Senin, 31 Agustus 2009

Lagi, Ratusan Anak Keracunan Timbel di China


BEIJING, KOMPAS.com — Sebanyak 200 anak menderita keracunan timbel di barat daya China. Demikian laporan China Daily, Senin. Hal ini merupakan kasus keracunan massal ketiga di negeri itu dalam sebulan terakhir.

Para orangtua di Tongdu, kota praja di ibu kota Provinsi Yunnan, Kunming, menuding sebuah kawasan industri terdekat sebagai biang dari keracunan itu.

Awal bulan ini, lebih dari 1.300 anak di Provinsi Hunan dan sedikitnya 615 anak di sebelah utara Provinsi Shaanxi positif menderita keracunan timbel—kandungan timbel yang berlebihan dalam tubuh dapat merusak jaringan saraf dan sistem reproduksi, serta menyebabkan tekanan darah tinggi dan penurunan daya ingat. Dua kasus ini dikaitkan dengan perusahaan pengolahan logam yang berada dekat rumah dan sekolah penduduk. Pabrik-pabrik itu kini telah ditutup.

Kemarahan terus meningkat di China terkait skandal keamanan publik yang telah menjadikan anak-anak sebagai korban. Partai Komunis yang tengah berkuasa khawatir bahwa protes massal akan mengancam stabilitas sosial negeri itu dan menantang kekuasaan partai tersebut.

Dalam kasus keracunan timbel yang terakhir, pejabat lingkungan di Tongdu, sebagaimana dilaporkan China Daily, mengatakan, hal itu tidak terkait dengan polusi industri, tetapi terkait dengan dengan emisi gas buang kendaraan. Namun, koran itu mengutip sejumlahorang tua yang mengatakan bahwa hanya anak-anak yang tinggal dekat dengan kawasan industri yang menderita keracunan.

Pertumbuhan ekonomi China yang melaju cepat telah menyebabkan masalah lingkungan hidup yang serius di negeri itu. Selama beberapa dekade, banyak perusahaan membuang limbah beracun ke sungai dan ke dalam tanah dengan bermodal persetujuan diam-diam dari pemerintah lokal yang tidak ingin merusak kelangsungan pertumbuhan ekonomi.

Hamid Karzai Masih Unggul


KABUL, KOMPAS.com - Presiden Afganistan Hamid Karzai tetap unggul atas saingan utamanya, Abdullah Abdullah, dalam perolehan suara sementara pemilihan presiden yang diumumkan Senin (31/8). Namun begitu, raihan Karzai masih belum mencapai mayoritas yang diperlukan untuk menghindari babak tambahan pemungutan suara.

Dengan hampir separuh suara yang sudah dihitung dalam pemilihan 20 Agustus, Karzai memperoleh 45,9 persen, sementara Abdullah 33,3 persen.

Kamis, 13 Agustus 2009

Demi Rating, Host TV Dalangi Pembunuhan


RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com — Seorang pengasuh acara televisi yang kini menjadi anggota legislatif di Brasil dituduh mendalangi serangkaian pembunuhan untuk meningkatkan rating acaranya.

Wallace Souza menjadi host acara TV "Canal Livre". Namun, ia juga dituduh sebagai gembong narkoba. Kemudian, untuk menaikkan rating acaranya, dia memerintahkan pembunuhan terhadap musuh-musuhnya dari geng lain. Selanjutnya, kamerawannya akan tiba pertama kali di lokasi kejadian.

"Berdasarkan fakta, mereka menciptakan kejadian. Kejahatan dilakukan untuk menaikkan (rating) berita di program itu," kata Thomas Augusto Vasconcelos, Menteri Intelijen Negara Bagian Amazonas, Brasil, Rabu (12/8).

Souza menolak semua tuduhan. Pengacaranya mengkritik hasil penyelidikan itu. "Semua investigasi yang dilakukan kementerian dan polisi hingga kini tidak menunjukkan bukti teknis," kata pengacara Francisco Balieiro kepada Brazilian TV.

Para pejabat negara bagian Amazonas mengatakan, Souza menghadapi tuduhan serangkaian tindak kriminal, korupsi, penjualan narkoba, dan kepemilikan senjata secara ilegal. Namun, ia masih bebas karena kekebalannya sebagai anggota legislatif.

Jaksa Agung Negara Bagian Amazonas Otavio Gomes kepada Agencia Folha mengatakan, geng Souza terlibat enam aksi pembunuhan. Namun, jaksa penuntut Pedro Bezerra menjelaskan bahwa Souza tidak bisa dijerat dakwaan pembunuhan karena minimnya bukti.

Souza adalah mantan polisi. Ia berhenti sekitar 20 tahun lalu setelah dituduh terlibat kasus pencurian. Ia menang telak dalam pemilihan umum di Amazonas tahun lalu. Tayangan televisinya berhenti mengudara setelah para pengelola acara itu diperiksa terkait keterlibatan tindak pidana.

Wartawan Asal Indonesia Terluka di Afganistan


KABUL, KOMPAS.com — Dua wartawan kantor berita The Associated Press (AP), satu di antaranya asal Indonesia, menderita luka serius akibat sebuah serangan bom di Afganistan. Dua wartawan itu, berdasarkan berita yang dilansir AP, Kamis (13/8), adalah fotografer Emilio Morenatti (40) dari Spanyol dan videografer AP Television News, Andi Jatmiko (44), dari Indonesia.

Andi Jatmiko menderita luka di kaki dan dua tulang rusuknya patah. Morenatti menderita luka parah di kaki dan sempat menjalani sebuah operasi di Kandahar. Dalam operasi itu, Morenatti kehilangan kaki kirinya. Andi dan Morenatti telah dievakuasi ke sebuah pusat kesehatan di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu (12/8) tengah malam, setelah mendapat perawatan di sebuah rumah sakit militer di Kandahar.

Morenatti berbasis di Islamabad dan telah bekerja untuk AP di sejumlah daerah konflik, seperti Afganistan, Israel, dan Palestina. Pada Oktober 2006, dia pernah diculik di Gaza City, tetapi dibebaskan 15 jam kemudian dalam kondisi tanpa luka. Dia mendapat penghargaan Newspaper Photographer of the Year tahun 2009 dari Pictures of the Year International. Sementara itu, Andi Jatmiko telah bekerja dengan AP di sejumlah wilayah Asia selama lebih dari 10 tahun.

Andi dan Morenatti terluka ketika sedang mengikuti pasukan AS di Afganistan selatan. Pihak AS mengatakan, dua tentara AS juga terluka dalam pengeboman terhadap sebuah kendaraan lapis baja ringan yang disebut Stryker yang ditumpangi para tentara dan dua wartawan tersebut di dekat perbatasan Pakistan. Sebanyak empat tentara lain di dalam kendaraan yang sama tidak terluka.

Menurut AP, Morenatti dan Andi, Selasa, menjelajahi wilayah Afganistan bersama Brigade Stryker ke-5 tentara AS. Mereka menumpang pada satu dari empat Stryker yang berpatroli sekitar 24 km di utara Kota Spin Boldak dan sekitar 193 km di tenggara Dahaneh, wilayah yang dikuasai Taliban, tempat marinir AS melancarkan sebuah operasi sebelum fajar pada hari Rabu. Ledakan terjadi ketika kendaraan mereka melindas sebuah bom yang ditanam di padang pasir. Empat korban luka, yaitu dua wartawan dan dua tentara, langsung diangkut dengan helikopter ke rumah sakit militer di Kandahar.

Menurut data Komite Perlindungan Wartawan, sudah 18 wartawan tewas di Afganistan sejak tahun 1992 hingga 2008. Angka itu menjadikan Afganistan masuk dalam 11 daerah berbahaya di dunia bagi pekerja media. Di Afganistan, selain dibunuh, wartawan juga diculik. Juni lalu, wartawan New York Times, David Rohde, dan wartawan Afganistan, Tahir Ludin, melarikan diri setelah lebih dari tujuh bulan ditahan Taliban. Mereka diculik November tahun lalu di selatan Kabul ketika mewawancarai pemimpin Taliban.(kompas.com)
 

Aneka Berita Copyright © 2009 Community is Designed by Bie